16 January 2013

Menjadi “DUTA” menjadi diri kita


Pendahuluan


Dengan makin maraknya beragam jenis kompetisi mencari bakat, masyarakat senantiasa ditawarkan untuk menjadi sebuah citra akan sesuatu (baca : duta). Tidak hanya produk yang berbau komersil, gerakan-gerakan massa, hingga identitas budaya, berlomba-lomba meningkatkan daya saingnya dengan menciptakan beragam kompetisi. Di satu sisi hal ini merupakan sebuah upaya positif dalam meningkatkan geliat kepedulian dan kecintaan masyarakat akan produk yang diusung. Masyarakat pun seakan mendapat stimulus-stimulus untuk mendalami dan mengenali bentuk produk yang diwacanakan. Namun ketika kita berbicara seputar kompetisi yang mengusung produk identitas budaya, kedalaman pemaknaan dan “keseriusan” menjadi sebuah prasyarat yang tidak dapat ditawar lagi. Karena citra identitas budaya akan selalu merepresentasikan komunitas masyarakat dimana budaya tersebut hidup dan berkembang. 



Manusia adalah representasi akan dirinya



Ketika manusia diciptakan di alam dunia, manusia diberikan kebebasan untuk menjadi apa saja yang ia kehendaki. Seorang bijak pernah berujar, bahwa “Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan atau karakter terbentuk bukanlah hanya oleh satu perbuatan, melainkan kebiasaan”. Dalam konteks menjadi DUTA: representasi produk yang diwakili haruslah didasari atas kesejatian dan kebersatuan antara diri dan produk yang kita representasikan. Hal tersebut harus dimulai atas komitmen dan konsistensi diri dalam melakukan kebiasan-kebiasaan yang mencerminkan representasi diri yang kita inginkan. Namun demikian, kebiasan-kebiasaan tersebut tidaklah cukup, ketika kita tidak dapat menggambarkan impian besar yang menjadi tujuan akhir kita. Sebagai ilustrasi, ketika masing-masing dari kita memutuskan untuk mengikuti pemilihan Mojang Jajaka Jawa Barat. Hal dasar yang harus dijawab oleh masing-masing kita adalah, apa gunanya pemilihan ini bagi perjalanan hidup saya kelak? Dunia akan selalu memberi ruang pada orang-orang yang kata-kata dan perbuatannya mencerminkan ia tahu mau kemana (Napoleon Hill) . Tanpa tujuan yang jelas manusia akan menjadi musafir-musafir dunia yang hampa. Buah-buah kehidupan dirinya tak dapat dinikmati oleh dahaga-dahaga alam dunia.



Dalam merepresentasikan suatu identitas budaya, kita harus selalu senantiasa sadar bahwa “label” budaya yang kita usung tercetak kuat di benak masyarakat umum. Dan terkadang label ini akan selalu melekat seumur hidup kita. Suka atau tidak, ketika kita memilih untuk menjadi bagian dari representasi identitas budaya (Mojang Jajaka Jawa Barat, sebagai contoh) maka kita harus memiliki kesadaran bahwa citra masyarakat Jawa Barat khususnya generasi muda sedang kita representasikan. Ketika kita berlaku salah, maka masyarakat luas “umumnya” akan menjustifikasi bahwa seluruh generasi muda Jawa barat melakukan perbuatan salah. Majas Sinekdot Pars Pro Toto akan selalu berlaku dalam kasus ini. Hal ini yang harus senantiasa diingat, bahwa reputasi dan pencitraan yang diwakilkan kini tidak hanya berbicara bagi individu namun khalayak yang lebih luas. Dan yang perlu digaris bawahi bahwa reputasi tidak dapat dibangun hanya dengan promosi, namun haruslah dengan kerja keras, kualitas, dan tata nilai.



Menjadi diri kita, Menjadi Manusia Unggul



Manusia dianugrahi sikap dasar yang selalu tidak puas atas apapun yang dicapainya. Hal ini menumbuhkan sikap kompetitif di dalam setiap insan. Seringkali sikap kompetitif ini berbanding terbalik dengan rasa percaya diri yang dimiliki. Berbicara mengenai kualitas manusia, hampir diseluruh peradaban di muka bumi, sikap kompetitif dan rasa percaya diri menjadi sebuah tolak ukur baku yang menyatakan keunggulan diri manusia. Menjadi Duta seyogyanya kita telah memiliki sikap percaya diri yang menyatakan bahwa kita unggul dibanding sekelompok manusia yang lain. Setiap manusia memiliki hak untuk menjadi manusia unggul, namun sedikit sekali yang mempersiapkan dirinya sungguh-sungguh untuk menjadi manusia unggul (Vince Lombardi) . Keunggulan kualitas manusia memang tidak pernah dibangun dalam kesenyapan. Ia hanya akan diperoleh dari pengalaman, ujian, dan penderitaan yang memperteguh jiwa. Dan kunci keberhasilan selalu terletak pada niat diri yang teguh. 



Penutup



Setiap orang ingin mendapat hasil yang besar. Banyak yang tak menyadari segala yang besar dibangun dari hal-hal kecil – Frank Clark



Sebuah kalimat penutup yang pernah dituturkan Frank Clark diatas kembali mengingatkan pada kita bahwa segala pilihan untuk menjadi besar atau kecil berada ditangan kita, dan sebelum segala sesuatu menjadi besar hal-hal kecil merupakan instrumen-instrumen penting yang akan membangun kebesaran kita. Menjadi seorang Duta merupakan sebuah langkah untuk memberi nilai menjadi generasi-generasi unggul di masa yang akan datang, kesadaran-kesadaran inilah yang seharusnya dapat membangkitkan Jawa Barat dan Indonesia pada masa yang akan datang. Namun pertanyaannya siapkah anda menjadi bagian didalamnya?

-satri akbar-

No comments:

Post a Comment