30 August 2010

Kisah Tentang Ibu: Ibuku Seorang Lulusan Sekolah Dasar


   
     Sebuah fenomena yang sudah umum di kampung saya pada jaman dahulu bagi anak-anak sekolah dasar untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Mungkin hanya satu atau dua orang saja yang melanjutkan pendidikan setelah mereka lulus sekolah dasar. Sebuah alasan yang sudah umum jika ditanya "kenapa tidak melanjutkan sekolah?" alasannya tidak lain yaitu karena masalah ekonomi, begitu juga dengan kedua orang tua saya, ibu dan bapak saya hanya bisa mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar saja. Menurut penuturan ibu dan nenek saya, sewaktu ibu saya mengenyam pendidikan sekolah dasar, ibu saya termasuk anak yang cerdas. Di sekolah dasar ibu saya sering menduduki peringkat / rangking ke-2 dan kadang pertama, ibu saya pun selalu menjadi utusan dari sekolah dasarnya jika ada perlombaan tentang kesenian seperti menyanyi, puisi hingga pupuh (tembang sunda) sehingga ruang kepala sekolah pun dihiasi oleh piala-piala hasil lomba kesenian ibu. Alhasil bakat ibu ini pun mengalir pada diri saya. Sewaktu sekolah dasar, saya juga sering mengikuti lomba kesenian sunda meskipun tidak sesukses ibu saya (Hehehe).... Meskipun keinginan ibu kuat untuk bisa sekolah SMP ditambah nilai akademis yang menunjang, namun apalah arti semua itu tanpa sebuah uang untuk bisa melanjutkan sekolahnya, ibu saya pun hanya bisa berharap bahwa saya akan meneruskan cita-citanya untuk bisa bersekolah setinggi-tingginya.

ilustrasi tukang kredit barang-barang keliling
   Dengan seorang suami yang hanya bekerja sebagai seorang tukang kredit barang-barang rumah tangga yang harus berkeliling menelusuri pinggiran kota Jakarta dan hanya pulang kampung 2 bulan - 5 bulan sekali, sementara ibu di kampung bekerja sebagai seorang penenun tikar mendong. Ibu dan bapak saya tidak pernah mengeluh dan tidak pernah merasa capek menenun dan berkeliling dari pagi hingga sore karena ingin mewujudkan cita-citanya supaya anak-anaknya bisa bersekolah lebih tinggi. Tapi ada satu rasa bersalah saya yang sangat besar ketika saya menempuh pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama khususnya terhadap ibu saya, sebuah perasaan yang sebenarnya tidak patut untuk dilakukan sebagai seorang anak. Perasaan itu adalah perasaan malu dan minder saya terhadap latar pendidikan dan profesi orang tua saya, karena ketika di sekolah sering ditanya baik oleh teman-teman ataupun guru yang menanyakan identitas pendidikan dan pekerjaan orang tua. Saya pun suka menghindar dan kadang berbohong mengenai identitas keluarga saya, apalagi sewaktu saya SMP, dimana teman-teman SMP banyak yang latar pendidikan orang tua mereka adalah SMA bahkan mengenyam pendidikan bangku kuliah, rasa malu dan minder saya pun semakin menjadi-jadi. Sebagai akibatnya ketika pengambilan raport, saya jarang memberi tahu ibu untuk datang ke sekolah sebagai perwakilan orang tua, dan kalau pun ibu tahu, saya malah melarang ibu untuk mengambilnya. Dan saya lebih memilih untuk mengambil sendiri raport saya dan rela menunggu dipanggil terakhir karena tidak bersama wali murid. 
mengenang masa sekolah dasar
       Kemudian setelah lulus SMP akhirnya saya pun bisa melanjutkan ke bangku SMA, dan saya yang dari Kabupaten mencoba daftar ke sekolah favorit di kota Tasikmalaya, dan alhamdullilah diterima meskipun waktu itu posisi jumlah nilai saya ada di 2 lembar terakhir penerimaan siswa baru. Biaya sekolah di SMA ini memang bisa dibilang mahal, tapi untungnya sejak SMP bapak saya diangkat menjadi seorang satpam pabrik di Jakarta, meskipun sebenarnya persyaratan dan perjuangan menjadi seorang satpam sangat sulit karena harus mempunyai ijazah minimal SD, sedangkan ijazah SD bapak tidak tahu hilang kemana. Tapi untungnya ibu adalah orang yang gesit, setelah mencari-cari sampai ke rumah mertuanya dan tidak ketemu-ketemu, ibu pun menyiasati ijazah bapak dengan ijazah dirinya jadi hanya membuat kopian baru yang namanya di ganti menjadi bapak saya( sebenarnya ini adalah perbuatan yang salah), tapi bagaimanapun mungkin karena ibu saking inginya saya melanjutkan sekolah menengah pertama saya dan ibu selalu mengatakan ini semua demi tercapainya pendidikan saya yang setinggi tingginya. Sehingga akhirnya saya pun lulus SMP dan bisa melanjutkan pendidikan SMA saya dengan tidak ada hambatan. Rasa minder dan malu saya terhadap latar pendidikan dan pekerjaan orang tua saya semakin terhilangkan semenjak masuk SMA, ya mungkin karena pikiran saya waktu itu sudah semakin dewasa dan kebetulan saya bertemu dengan teman senasib saya di SMA. Dia juga sama kedua orang tuanya adalah seorang petani dengan latar pendidikan
ilustrasi anak yang putus sekolah
sekolah dasar. Namanya adalah Yuni, dia memberikan inspirasi pada saya dimana dia tidak pernah merasa malu dan minder dengan latar belakang keluarganya,. Akhirnya rasa malu dan minder pun sedikit-sedikit hilang, ditengah-tengah teman SMA yang mayoritas berasal dari keluarga berada dan orang tuanya berpendidikan tinggi (maklum di kota) saya pun semakin terbuka terhadap identitas keluarga saya dan saya tidak malu lagi mengatakan bahwa ibu dan bapak saya hanya seorang lulusan sekolah dasar dan malah bangga karena seorang lulusan sekolah dasar bisa menyekolahkan anaknya di sekolah favorit di kota. Dan akhirnya saya pun memberanikan diri untuk mengajak ibu untuk datang ke sekolah untuk mengambil raport untuk yang pertama kalinya.
    Akhirnya masa SMA pun selesai dan saya mencoba mengikuti SNMPTN untuk bisa melanjutkan kuliah demi tercapainya cita-cita ibu. Dengan biaya pendaftaran formulir SNMPTN yang dibiayai oleh yayasan pesantren NU di Bandung Alhamdulilah saya pun diterima di ilmu komputer Universitas Indonesia dengan biaya masuk di tanggung oleh salah satu bank swasta di Indonesia, dan teman SMA saya yang telah membukakan mata saya diterima di arsitektur ITB. Senangnya bukan main, apalagi ketika memberi kabar orang tua saya, meskipun sebenarnya ibu saya tidak tahu Universitas Indonesia itu apa, kuliah apa dan tempatnya dimana tapi dari tetesan air matanya sambil memeluk erat, saya pun merasa puas karena bisa mewujudkan keinginan ibu yang tertunda. Dan Alhamdulilah saya pun menerima beasiswa sehingga lebih meringankan beban orang tua. Di kampung, saya pun menjadi buah bibir karena menjadi satu-satunya orang yang bisa kuliah keluar kota, karena sebelumnya warga di sekitar saya hanya bisa kuliah di sekitar daerah kabupaten Tasikmalaya, itupun hanya satu sampai dua orang saja yang melanjutkan kuliah (ibu saya pun senangnya bukan main). Tapi kebahagian itu tidak berlangsung lama, ketika saya baru masuk di semester pertama. Saya dikejutkan dengan bapak yang sakit diabetes, dan selang beberapa bulan, waktu itu sekitar bulan november setelah lebaran bapak saya pun tutup usia di usia 48 tahun.
     Sebuah rasa kehilangan yang sangat perih dan merupakan pukulan berat buat keluarga kami, terutama karena saya belum bisa memberikan rasa bahagia kepada bapak kecuali kabar saya masuk UI, semangat belajar saya pun hilang seketika apalagi 2 hari setelah bapak meninggal adalah hari-hari pelaksanaan ujian tengah semester. Saya pun sudah tidak memikirkan lagi tentang uts dan sempat tidak mau kembali lagi ke depok untuk melanjutkan kuliah. Ibu pun memeluk dengan erat dan menasehati saya dengan air mata yang tampak berlinang di sudut matanya, "cep,  tong pondok harepan, encep hiji-hijina budak lalaki anu tiasa diandeulkeun ayeuna. Kulawargi didieu ngagantungkeun nasib ayeuna ka encep, sok tingalikeun ka bapa yen encep teh tiasa jadi gaganti bapa anu bisa ngalindungan kulawarga" . Yang maksudnya jangan putus asa karena setelah bapak meninggal saya adalah satu-satunya anak laki-laki yang sangat diharapkan bagi keluarga. Dari sana saya mulai menyadari bahwa terus-terusan menangis dan menyesal tidak akan menyelesaikan masalah, dan akhirnya saya pun melanjutkan kuliah untuk membuktikan bahwa saya bisa membawa keluarga ke arah kehidupan yang lebih baik.  Ibu saya termasuk orang yang lebih sabar dari saya dia menerima kepergian bapak dengan sangat ikhlas. Akhirnya ibu saya pun bekerja banting tulang seorang diri dengan membuka warung  di kampung dari sisa gaji pensiun seorang satpam untuk menyambung hidup keluarga kami. Dan ibu selalu mengingatkan saya, "jadilah orang sukses dengan tidak lupa meninggalkan sholat lima waktu supaya berkah dunia dan akhirat, ingat buat bapak bangga di akhirat!". Dan Alhamdullilah di tahun ketiga saya kuliah di UI ini saya masih selalu mengingat pesan ibu saya untuk mendorong motivasi kuliah saya. Terima kasih bu, saya sekarang bisa sampai kuliah di Universitas ini berkat do'a, nasihat dan perjuangan mu yang tiada henti demi melihat saya supaya bisa sekolah lebih tinggi dari mu. 
"foto lebaran 2 tahun lalu, setelah 2 bulan kemudian bapak meninggal dunia"

13 comments:

  1. thank you foe visting my blog

    ReplyDelete
  2. life is nothing without survive.. ^_^

    ReplyDelete
  3. bagus... sangat inspirasi... lu punya bakat nulis... baca bloq gw juga dunk... n follow blog gw ya? thx

    ReplyDelete
  4. oh ya... ni link blog gw...
    gw jg ikut lomba yang sama... hehehe...
    www.poe-edyson.blogspot.com

    ReplyDelete
  5. Nice posting friend, I can fell how you feel :)

    Tak jauh bedah, ini semua tentang survie, aku udah melihat kerasnya perjuangan Bundaku semenjk aku kelas 2 SD semenjak itu aku berjanji tidak akan menysahkan beliau..

    Terinspirasi dari itu, aku langsung memutuskan mandiri setalh lulus SLTA walau tak dapat membantunya banyak, tapi meringankan sedikit beban dia menjadi kebahagiaan sendiri :)

    Semoga kita menjadi anak yang tahu bagaimana membalas budi yah!!

    *terharu bgtP

    ReplyDelete
  6. thx da mampir ke blogku. blognya keren

    ReplyDelete
  7. wah saya baru menemukan blog keren, kalem,unik akan melestarikan budaya indonesia. Salut deh utk adminnya sekalian kenalan ya sob.

    robbie ismal_bali

    ReplyDelete
  8. kunjungan perdana di blog yang keren ini,dengan artikel yang sangat menari,Selamat berbahagia sob,

    ReplyDelete
  9. Jangan bersedih, tetap bersemangat dan tawakal, Alloh selalu bersamamu.

    ReplyDelete
  10. sukses ya buat kontesnya :)
    semoga menang ^^
    makasih sudah berkunjung ..

    ReplyDelete
  11. ceritanya keren banget ! hebat ! ayo semangat ! buat bangga ibu :)

    ReplyDelete