12 September 2010

Jejak Pasundan di Tanah Depok

       Meskipun baru 2 tahun saya tinggal di Kota Depok untuk melanjutkan pendidikan saya selepas saya lulus SMA, saya merasa seperti tinggal di kota saya sendiri. Hal tersebut tidak terlepas dari suasana daerah sunda yang masih kental saya rasakan di lingkungan kos saya. Dari mulai tukang dagang keliling, tukang jahit dan sol sepatu, tukang nasi dll mereka selalu berusaha bercakap dengan saya dalam bahasa sunda sehingga tidak heran suasana lingkungan sunda pun kian terasa dekatnya. Tidak hanya para tukang saja yang terbiasa berbahasa sunda, namun ibu kos dan bapak/ibu di sekitar kos saya pun sedikit-sedikit masih bisa mengucapkan dan memahami Bahasa Sunda. Seperti penuturan beberapa warga di sini, memang dahulu ibu dan bapak mereka adalah orang-orang asli depok yang bertutur sunda, namun sangat disayangkan bahwa anak cucu mereka kini sudah tidak fasih lagi berbahasa sunda.
Hal tersebut tak lain dari banyaknya para pendatang yang singgah dan menetap di Kota Depok sebagai akibat dari perubahan Kota Depok menjadi sebuah kota metropolitan dan banyaknya warga Betawi yang mulai terpinggirkan ke daerah-daerah di sekitar Jakarta seperti kota Depok ini, alhasil bahasa yang di gunakan di Depok pun beragam dan banyak menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa melayu dengan logat Betawi.
     Para penutur sunda di Depok pun terpaksa harus menggunakan Bahasa Indonesia dan Melayu-Betawi untuk berkomunikasi dengan yang lain. Seperti kita ketahui wilayah Depok dan Jakarta dulu merupakan bagian dari kerajaan Sunda dimana tentunya mereka bertutur dan berprilaku bagaimana orang sunda pada umumnya. Namun semenjak dibawanya para pendatang dari berbagai ras oleh Belanda ke Batavia ( Jakarta ) maka terjadilah pencampuran suku dan etnis yang membentuk sebuah kelompok baru, dan mereka menyebut diri mereka sebagai orang Betawi semenjak seorang tokoh masyarakat Betawi, Husni Tamrin, membentuk perkoempoelan kaum Betawi. Dan kemudian etnis ini pun mulai merambah ke daerah sekitar Jakarta seperti Tangerang, Depok dan Bekasi. 
       Memang sangat menghawatirkan bagi keberlangsungan Bahasa Sunda, karena mungkin saja daerah-daerah di Jawa Barat akan mengalami hal yang sama dengan daerah-daerah penutur Sunda dahulu seperti Jakarta dan Depok yang beralih meninggalkan bahasa ibu mereka. Kita ambil contoh daerah Cibubur, sebelumnya Cibubur adalah daerah dengan masyarakat penutur Sunda namun semenjak pemerintahaan Aang Kunaefi wilayah ini diserahkan ke Jakarta, dan kita bisa melihat masyarakat disana sekarang hampir tidak ada lagi penutur Sunda kecuali mereka adalah pendatang dari daerah yang masih bertutur Sunda. Kemudian daerah Cimanggis yang bergabung dengan kota Depok ketika pembentukan Kodya. Menurut teman saya,disana orang-orangnya penutur sunda semua kecuali para pendatang namun semenjak bergabung dengan kota Depok hampir bisa dipastikan anak-anak disana tidak memahami bahasa sunda (kecuali orang tua mereka yang dulu bertutur sunda). Saya pun merasa sedih dengan peristiwa ini apalagi sempat terdengar kabar bahasa daerah sunda di Depok dan Bekasi akan ditiadakan, saya pun sempat berfikir bahwa memang
penutur sunda semakin hari akan semakin menyempit, mungkin suatu saat kota kelahiran saya pun di Tasikmalaya akan terkena imbasnya juga  yaitu meninggalkan penggunaan bahasa yang orang tua saya ajarkan semenjak saya lahir sampai umur 20 tahun ini. Tapi rasa sedih ini pun sedikit terobati ketika saya mendengar dan kemudian mencari informasi tentang lomba pasanggiri bahasa sunda tingkat SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MA/SMK se-Kota Depok, adapun jenis perlombaan yang diikutsertakan seperti lomba maca sajak(puisi), lomba maca biantara(pidato), lomba ngarang(mengarang), lomba ngadongéng (bercerita), lomba tembang pupuh, lomba maca berita dan lomba menulis aksara sunda. "Wah...ternyata memang benar ada lomba pasanggiri bahasa sunda di Depok, ahamdulilah" , saya pun semakin merasa bangga dan senang pada Dinas Pendidikan Kota Depok yang masih peduli, mau mempertahankan dan mengenalkan Bahasa Sunda yang memang merupakan penutur nenek moyang masyarakat Depok pada jaman dulu . Kekhawatiran saya pun semakin bertambah baik ketika faktanya sampai sekarang ini sekolah-sekolah di daerah Depok masih mengadakan mata pelajaran Bahasa Sunda. Tentunya saya sangat berharap keberlangsungan pengajaran bahasa sunda di daerah Depok, karena bagaimana pun juga kita tidak dapat menyangkal sejarah yang menyatakan bahwa Depok merupakan wilayah Pasundaan. Tentunya pengajaran Bahasa Sunda di daerah Depok saya harap tidak harus seperti pengajaran Bahasa Sunda di daerah yang masih bertutur sunda, dalam arti tidak harus detil yang penting mereka mampu melakukan percakapan bahasa sunda dengan baik sehingga tidak membuat kesan menjemukan bagi para pelajar di daerah Depok untuk terus mempelajari Bahasa Sunda. Hal tersebut tidak lain karena para siswa di daerah Depok setelah pulang ke rumah tidak menggunakan Bahasa Sunda mereka, karena lingkungan dan keluarga mereka tidak terbiasa bertutur sunda. Tidak seperti di daerah yang masih bertutur sunda , setelah pulang sekolah mereka menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa keseharian mereka. 
        Sebagaimana simbol kujang yang tertera pada lambang pemerintah kota Depok, yang menjadi ciri khas perkakas sunda yang sangat tersohor dijamannya yang melambangkan kedigdayaan para raja-raja sunda dahulu (Seperti kita ketahui bahwa pada jaman dahulu hanya golongan-golongan tertentulah yang bisa menggunakan pusaka kujang ini.). Namun sayang banyak cerita sejarah mengenai nama besar sunda di negara ini yang terlupakan atau mungkin sengaja dilupakan. Seperti halnya cerita Majapahit yang menaklukan wilayah nusantara kecuali daerah Padjajaran yang tidak dapat ditaklukan sehingga Majapahit melakukan siasat dengan melamar seorang putri dari kerajaan Padjajaran. Kemudian setelah Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan waktu itu yaitu Mr Muhammad Yamin(menjabat tahun 1950) mengubah nama kepulauan di Indonesia, dimana sebelumnya nama pulau Jawa, sumatera, borneo dan sulawesi yang lebih akrab di kenal sebagai kepulauan sunda besar dan kepulaun nusa tenggara dan bali yang akrab dikenal dengan sebutan kepulauan sunda kecil sekarang istilah itu sudah tidak digunakan lagi dalam perpetaan nasional. Meskipun itu dalam perpetaan internasionl nama greater sunda island (kepulauan sunda besar) dan lesser sunda island (kepulauan sunda kecil) kadang masih bisa terdengar gaungnya. Yang paling aneh adalah penamaan nama-nama latin untuk hewan dan tanaman yang tumbuh di wilayah Pasundaan, kalau saja nama panthera tigris sumatrae adalah sebutan untuk harimau sumatera, panthera tigris balica sebutan untuk harimau bali tapi aneh untuk nama latin panthera tigris sondaica dan rhinoceros sondaica nama lainya adalah harimau jawa dan badak jawa padahal jelas-jelas dalam bahasa latinya tercantum nama sondaica ( yang maksudnya adalah sunda). Hmm... banyak kan nama -nama besar sunda yang terlupakan? Yuk para generasi muda mulai saat ini kita bangkitkan kembali kejayaan dan nama besar sunda tentunya diawali dengan mempelajari dan memahami penggunaan Bahasa Sunda yang baik dan benar sebagai sebuah identitas yang dapat kita banggakan dimanapun kita berada.
          Saya berharap semoga minat kaula muda Depok lebih tertarik lagi untuk menggunakan dan mempelajar bahasa dan kesenian nenek moyang mereka (terutama sunda atuh hehe...), sehingga momok yang menjadi kekhawatiran para penggiat sunda untuk melestarikan warisan budaya sunda dapat teratasi.  Sebenarnya fenomenaa degradasi bahasa ibu ini tidak hanya terjadi pada bahasa sunda saja, bahasa jawa pun yang merupakan penutur bahasa ibu terbanyak di di Indonesia semakin menghawatirkan karena banyak dari masyarakat jawa yang mulai mencampur adukan bahasa jawa dan Indonesia , bahkan banyak diantara keturunan mereka tidak lagi bisa memahami dan menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa ibu nya.     
      Saya percaya bahwa kota Depok akan tetap melestarikan peninggalan nenek moyangnya termasuk penggunaan dan pengajaran Bahasa Sunda di sekolah-sekolah karena Depok peduli budaya bangsa , saya pun bisa menuntut ilmu di kota ini dengan rasa aman dan nyaman Karena Depok berbagi dengan para pendatang terutama para pelajar yang ingin menuntut ilmu di Kota ini, sambutan ramah tamah warga masyarakat Depok terhadap para pendatang baik yang mencari pekerjaan atau menuntut ilmu di Kota ini  membuat Kota Depok selalu dihati dan menjadi kota kenangan yang tidak terlupakan. Terima kasih Kota Depok yang masih mempertahankan pengajaran Bahasa Sunda di  sekolah-sekolah dan telah ikut melestarikannya dengan membuat berbagai perlombaan yang berhubungan dengan identitas budaya sunda. 

6 comments:

  1. hayu urang ngamumule bahasa urang ku sagala tarekah urang!!!!!!!!!!

    ReplyDelete
  2. Sebagai orang sunda asli saya bangga menggunakan basa sunda untuk percakapan sehari-hari, ayo kita lestarikan bahasa sunda dengan mengajarkannya kepada anak cucu kita, karena ada kecenderungan saat ini para orang tua lebih senang dan bangga menggunakan bahasa Indonesia untuk percakapan seahari-hari dengan anak-anak nya.
    By : Ilman Kasep Pisan

    ReplyDelete
  3. Sunda teh jiwa urang sadayana tong nepi paeh memeh urang can paeh turunkeun ka anak incu meh lestari. Sunda teh anugrah ti Alloh nu kudu dijaga jeung mumule,..Sing reueus kana jati diri Sunda...
    Hatur nuhun kang agis sae pisan,...

    ReplyDelete
  4. ooooh kitu geningnya kang.... pami kitu mah atuh depok teh setengah batawi setengah sunda kitu nya kang ? siga eta we nya cirebon atao indramayu nu setengah jawa setengah sunda...

    sae pisan seratannana kang, sae, nambih pengetahuan

    ReplyDelete
  5. para pendatang mah ngan ngincer taneuh jeung mojang sunda, kade barudak urang kudu leuwih waspada...

    da euweuh didituna aya suku anu ngarana betawi. Betawi atawa Batavir teh saenyana suku bangsa germania anu cicingna di Netherland, sok taliktik tah saha anu nyiptakeun ngaran betawi teh lamun lain antek penjajah.

    ReplyDelete